Minggu, 27 Februari 2011

Revolusi Guru Termarjinalkan

“Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” ini adalah peribahasa yang  termahsyur dan sering diucapkan.  Sayang sekali, saking terkenalnya peribahasa ini ada guru yang terus dilupakan dan tidak dilirik.
Marjinalisasi terhadap guru honorer di Indonesia telah berlangsung sejak lama, dan hal ini seakan DPR RI dan pemerintah tidak sanggup menyelesaikan sehingga guru honorer menjadi profesi yang termarjinalkan.  Masalah kesejahteraan, perlindungan hukum, dan status yang tidak jelas.  Hal ini berakibat kesewenang-wenagan pemangku jabatan terhadap profesi guru honorer.  Kenyataan tersebut jelas berdampak pada ketidak percayaan dirinya.
Dari sisi karier dan masa depan, guru honorer tidak memiliki kepastian masa depan.  Antara lain kenaikan pangkat, pengembangan diri, jaminan social, dan tunjangan serta perlindungan hukum.  Sementara semua guru honorer senantiasa mengharapkan adanya pengangkatan dari pemerintah sebagai PNS, atau ada peningkatan kesejahteraan dalam kondisi yang signifikan.  Dalam usia yang semakin bertambah dan tuntutah hidup yang kian kompleks, beban mereka kian berat.  Sayangnya, pemerintah kurang memiliki kepekaan (sensitivitas) terhadap masalah ini.  Melontarkan alasan klasik, tidak ada formasi pengangkatan karena tidak tersedia anggaran serta alasan lainnya tentu bukanlah suatu penyelesaian yang bijak dan tuntas.  Bisa jadi malah akan menambah keruwetan permasalahan.
Apakah arti rakyat memiliki DPR RI sementara kinerjanya selaku wakil rakyat sampai hari ini tidak sanggup menembus kebijakan pemerintah, apalagi melindungi masyarakat guru honorer.  Sejak dibentuknya Panja Gabungan Komisi II, komisi VIII, komisi X dan pemerintah tanggal 5 Januari 2010 sepakat untuk menyelesaikan tenaga Honorer.  Namun kenyataan belum membuahkan hasil yang berpihak kepada tenaga guru honorer.  Hal ini terbukti Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penyelesaian Tenaga Guru Honorer tidak kunjung selesai.
Persatuan Guru Honorer Indonesia  (PGHI) yang didalamnya Guru-guru Non-PNS  yang mengajar di sekolah-sekolah negeri ataupun swasta sampai hari ini bukannya bernasib lebih baik.  Malah akhirnya berharap-harap cemas akan memperoleh kemudahan untuk menjadi pegawai negeri, atau malah diempaskan begitu saja oleh pemerintah setalah mengabdi selama belasan tahun.  Tanpa ada kebijakan yang jelas.
Dengan demikian Persatuan Guru Honorer Indonesia (PGHI) meminta kepada penyelenggara Negara dalam menetapkan kebijakan public hendaknya mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan serta mengenyampingkan kepentingan individu atau golongan sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan semata-mata untuk melayani kepentingan public.

Hari ini  kami Honorer Indonesia menuntut kepada penyelenggara negera/pemerintah :
  1. Kuota CPNS/PNS diisi 100% dari Honorer.
  2. Seluruh tenaga honorer mulai tahun anggaran 2011 secara berkala harus menjadi PNS.
  3. Tidak adanya perlakuan diskriminasi terhadap tenaga honorer.
  4. Azas keadilah terhadap honorer yang mempunyai masa kerja paling tinggi dan usia rawan.
  5. Pendekatan kesejahteraan dengan alokasi anggaran APBN serta kebijakan perlindungan hokum bagi tenaga honorer.
  6. Tidak ada seleksi tertulis/akademik
  7. Segera sahkan PP tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS.

Persatuan Guru Honorer Indonesia berpendapat bahwa segala upaya pemecahan masalah tenaga honorer berpulang kepada komitmen kemajuan pendidikan dan moral pemerintah pusat maupun daerah.(Revolusi negeri ini).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar